WA'ILAH
ISTERI NABI LUTH MATI DALAM KESESATAN
Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth menjadi perumpamaan bagi
orang-orang yang ingkar. Keduanya berada di bawah pengawasan dua
orang hamba yang soleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri
itu berkhidmat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak
dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan
(kepada keduanya)." Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang
masuk (neraka)." (At-Tahrim: 10)
Dalam
perjalanan hidup seorang nabi, apabila ia mendapati kebenaran yang
datang dari Allah, keluarga terdekatnyalah yang terutama mesti ia
seru terlebih dahulu. Orang yang paling dekat dengannya tentu saja
memperoleh kesempatan paling besar untuk menerima seruannya. Akan
tetapi, tidak demikian halnya dengan isteri Nuh dan anaknya. Meskipun
keduanya adalah orang-orang yang paling dekat dengan beliau, mereka
termasuk golongan yang ingkar akan kebenaran Allah dengan enggan
beriman.
Begitu
pula wanita yang satu ini, isteri salah seorang dari nabi Allah,
yakni isteri Luth as. Luth adalah seorang nabi dan rasul yang diutus
oleh Allah kepada kaumnya di Sadom, sebuah negeri besar yang
mempunyai banyak kota, sedangkan penduduknya tenggelam dalam arus
kemaksiatan. Rakyat Negeri Sadom ketika itu berserikat dan
bahu-membahu dalam perbuatan dosa yang mengaibkan.
Nabi
Luth diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada
kaumnya itu, termasuk kepada isterinya sendiri. Berkata Nabi Luth
kepada mereka seraya mengingatkan: "Mengapa kamu melakukan
perbuatan tercela itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun
di dunia ini sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan
nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas." (Al-A'raf: 80-81)
Memang,
kaum Nabi Luth ketika itu berada pada tingkat kebinatangan yang
paling rendah, kebejatan akhlak yang paling parah, dan tidak ada
manusia seburuk mereka sebelumnya. Mendengar seruan Nabi Luth, seruan
seorang nabi Allah yang juga pernah didengar oleh kaum-kaum lain
sebelum mereka, rakyat Negeri Sadom merasa terusik kesenangannya.
Mereka tidak tinggal diam setelah mendengar seruan kebenaran yang
disampaikan oleh Nabi Luth. Mereka terus berfikir, mencari jalan
bagaimana agar Nabi Luth tidak dapat mengumandangkan seruannya
kembali. Ketika, mereka tengah duduk berfikir, tiba-tiba datang
seorang perempuan tua menghampiri mereka. Sebenarnya, sudah lama
perempuan tua itu mendengar rencana kaum Luth itu, dan ia tersenyum
bangga mendengar rencana itu.
"Akan
kutunjukkan kepada kalian, suatu lubang yang dapat menghalangi seruan
Luth," ujar perempuan tua itu dengan wajah penuh keyakinan.
"Lubang yang mana itu?" tanya mereka dengan keinginan yang
penuh harap.
"Tidak
akan kukatakan hal itu, kecuali aku mendapat sekeping perak sebagai
upahnya," sahut si perempuan tua.
Tak
seorangpun dari keturunan kaum Luth itu yang merasa marah atau heran
mendengar ucapan perempuan tua yang terkenal mata duitan dan sifat
lobanya itu. Salah seorang dari mereka memasukkan tangannya ke dalam
sakunya; kemudian mengambil sekeping perak dan diberikannya kepada
perempuan tua itu. Dengan senyum kemenangan, perempuan tua itu cepat
mengambil dan menyembunyikan kepingan perak itu di dadanya. "Kalian
dapat membatalkan seruan Luth melalui isterinya!" Kata perempuan
itu kemudian.
Terbelalaklah
mata kaum Luth ketika mendengar ucapan itu. Mereka semakin
mendekatkan telinga masing-masing ke mulut perempuan penipu itu
dengan penuh harapan.
"Bagaimana
caranya?" Tanya mereka serentak.
"Kalian
harus bekerjasama dengan isteri Luth untuk menghentikan seruannya
kepada kalian."
Dengan
kesal, salah seorang dari mereka berteriak. "Kami tidak ada
urusan dengan isteri Luth!"
Dengan
wajah marah, perempuan tua itu kembali berkata: "Aku lebih
mengerti hal itu daripada kalian!"
"Kalau
begitu," sela salah seorang yang lain. "Apa peranan isteri
Luth dalam hal ini?"
"Dengar
baik-baik. Peranan isteri Luth sama seperti perananku bagi kalian
sekarang ini," jawabnya.
"Jadi,
apakah kamu berharap agar isteri Luth dapat menunjuki kami, siapa
orang-orang yang dapat memenuhi keinginan kami, sebagaimana yang
engkau lakukan kini?" tanya salah seorang dari mereka. Dengan
kedua mata yang bersinar, disertai kegembiraan haiwani, perempuan tua
berlalu sambil bergumam, "Ya... ya..."
Isteri
Nabi Luth sedang menyelesaikan sebahagian pekerjaannya ketika
terdengar pintu rumahnya diketuk orang. Segera ia berlari, membukakan
pintu. Dan seorang perempuan tua tiba-tiba berada di hadapannya.
Dengan tergopoh-gopoh perempuan tua itu lalu berkata: "Hai,
anakku, adakah seteguk air yang dapat menghilangkan dahaga yang
kurasakan ini?"
"Silakan
masuk dahulu," jawab Wa'ilah, isteri Nabi Luth, dengan lembut."
Akan kuambilkan air untukmu."
Perempuan
tua itu kemudian duduk menunggu, sementara Wa'ilah masuk ke dapurnya.
Tak lama kemudian, Wa'ilah kembali dengan membawa bekas yang penuh
berisi air untuk tamunya itu. Dengan lahap, si perempuan tua segera
meneguk habis air di bekas tersebut, dan kemudian melepas nafas
dengan lega.
"Kami
hidup bersama suamiku, Luth namanya, dan dua anak perempuanku,"
jawab Wa'ilah.
Perempuan
itu kemudian memalingkan wajahnya ke sekeliling rumah yang kecil itu,
lalu menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan prihatin akan apa
yang dilihatnya. Dengan wajah yang memperlihatkan kesedihan,
perempuan tua itu berkata: "Aduhai, apakah kesengsaraan
menimpamu, Anakku?"
"Aku
tidak sengsara, bahkan rumah ini cukup bagi kami, dan aku mempunyai
suami yang memberiku makan dan minum bersama kedua puteriku,"
jawab Wa'ilah.
Perempuan
tua penipu itu lebih mendekat kepada isteri Nabi Luth sambil berkata:
"Dapatkah ruangan seperti ini disebut rumah? Dapatkah yang
engkau teguk dan engkau rasakan ini disebut makanan atau minuman?"
Wa'ilah
terpegun mendengar ucapan perempuan tuan itu. Dengan penuh keheranan,
ia kemudian bertanya. "Kalau begitu, apa yang selama ini kumakan
dan kuminum?"
Cepat-cepat
perempuan tua itu berkata: "Panggillah aku dengan sebutan ibu.
Bukankah kedudukanku seperti ibu saudaramu?" Kemudian ia
menyambung lagi. "Sesungguhnya semua ini adalah kemiskinan dan
kesengsaraan hidup yang membawa kemalangan bagimu, hai anakku.
Mengapa kamu tidak masuk ke rumah orang-orang kaya di antara kaummu.
Tidakkah kamu melihat kehidupan mereka yang penuh kemegahan,
kesenangan, dan kenikmatan...? Kamu berparas cantik, hai anakku.
Tidak layak kamu membiarkan kecantikanmu itu dalam kemiskinan hina
begini. Tidakkah kamu sedari bahwa kamu tidak mempunyai anak lelaki
yang dapat bekerja untuk memberimu makan kelak apabila suamimu
meninggal dunia?"
Wa'ilah,
isteri Nabi Luth, mendengarkan dengan saksama semua ucapan perempuan
tua itu. Ya, ucapan itu telah membuatnya terlena sambil merenung atap
rumahnya. Sesekali ia perhatikan perempuan tua yang semakin
mengeraskan suaranya yang penuh nada kesedihan dan kedukaan. Dalam
lamunannya itu, tiba-tiba Wa'ilah merasakan pelukan perempuan tua itu
di bahunya.
Ketika
perempuan tua itu menghentikan pembicaraannya, isteri Nabi Luth
memandang kepadanya sambil berusaha meneliti kalimat-kalimat yang
baru didengarnya. Tetapi si perempuan tua tidak memberinya kesempatan
untuk berfikir, bahkan ia mulai menyambung pembicaraannya dengan
berkata: "Hai, anakku, apakah yang dikerjakan suamimu? Bagaimana
hubungannya dengan penduduk Negeri Sadom dan kampung-kampung kecil di
sekelilingnya?
Sesungguhnya
orang-orang di sini menginginkan sesuatu yang dapat menyenangkan hati
mereka sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dan sesuatu yang
dicarinya itu dapat menjadi sumber penghasilan dan kekayaan bagi
orang yang mahu membantu mereka. Lihatlah! Lihatlah, hai anakku,
kepingan-kepingan emas dan perak ini! Sesungguhnya emas dan perak
bagiku adalah barang yang mudah kuperolehi. Aku menunjukkan kepada
kaumku beberapa lelaki berwajah `cantik' yang datang dari kota.
Sedangkan kamu... di rumahmu sering datang beberapa pemuda dan remaja
lelaki kepada suamimu.
Ya,
suamimu yang seruannya diperolok-olok oleh kaum kita. Pekerjaan
semacam ini sebenarnya tidak memberatkan kamu. Suruhlah salah seorang
puterimu menemui sekelompok kaum kita dan memberitahu mereka akan
adanya lelaki tampan di rumahmu. Dengan demikian, engkau akan
memperoleh emas atau perak sebagai hadiahnya setiap kali engkau
kerjakan itu. Bukankah pekerjaan itu amat mudah bagimu? Dengan itu,
engkau bersama puteri-puterimu dapat merasakan kenikmatan sesuai
dengan apa yang kalian kehendaki."
Sambil
mengakhiri ucapannya, perempuan tua itu meletakkan dua keping perak
di tangan Wa'ilah, dan kemudian segera keluar. Isteri Nabi Luth duduk
sambil merenungkan peristiwa yang baru terjadi itu tentang keadaan
pekerjaan yang dicadangkan oleh si perempuan tuan. Dan... ia
kebingungan sambil berputar-putar di sekitar rumahnya. Suara
perempuan tua itu masih terngiang-ngiang di telinganya, sementara di
tangannya terselit dua keping perak. Wa'ilah dibayangi keraguan
apakah sebaiknya ia terima saja saranan perempuan tua itu. Tetapi,
apa yang akan dikatakan orang nanti tentang dirinya jika hal itu ia
lakukan; bahwa isteri seorang yang mengaku sebagai Rasul Allah dan
menyerukan kebajikan, ternyata, menolong kaumnya dalam melakukan
kebatilan.
Tiba-tiba
datang suara yang membisikkan ke telinganya: "Perempuan tua itu
telah menasihatimu. Ia tidak mengharapkan sesuatu kecuali kebaikan
dan kebahagiaan bagimu. Kamu tidak bertanggungjawab atas apa yang
dilakukan oleh kaummu. Dan lagi pekerjaan yang dicadangkan perempuan
tua itu sama sekali tidak memberatkanmu. Kamu hanya memberitahu
mereka tentang kedatangan tamu-tamu suamimu, Luth. Lekaslah...
lekaslah... nanti akan kukatakan... lekas, supaya engkau memperoleh
kekayaan dan kenikmatan... Cepatlah...!" Dan tiba-tiba, tanpa
ragu-ragu, Wa'ilah berkata: "Baiklah, kuterima..."
"Kalau
begitu, selamat kuucapkan kepadamu," demikian Iblis membisikkan
kepadanya." Sesudah ini engkau akan merasakan kenikmatan di
dalam kehidupanmu..."
Nabi
Luth kembali kepada penduduk desa yang berada di sekitar Sadom untuk
menyerukan kebenaran Ilahi sesuai dengan perintah Allah kepadanya.
"Mengapa kalian mengerjakan perbuatan tercela itu, yang belum
pernah diperbuat oleh seorangpun di dunia ini sebelum kalian?
Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian
bukan kepada wanita, bahkan kalian ini adalah kaum yang melampaui
batas."
Perlawanan
penduduk Sadom terhadap dakwah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi
Luth kepada mereka membuat kesedihan dan kedukaan di hati Nabi Luth
sendiri. Betapa kaumnya tidak mahu menerima kebenaran dan tidak
menghendaki diri mereka bersih dari perangai yang hina dan merusakkan
itu.
Hari
demi hari berlalu. Setiap isteri Nabi Luth melihat beberapa lelaki
datang ke rumahnya, ia segera memberi tahu kaumnya tentang hal itu
dan setiap kali berita yang dibawanya sampai kepada kaumnya si
perempuan tua datang kepadanya dengan membawa sepotong perak seraya
berkata: "Jika engkau selalu menolong kami, nescaya engkau akan
dapatkan terus sekeping perak, sementara suamimu tidak dapat menyeru
kepadanya." Wajah perempuan tua itu tertawa seperti tawa
syaitan, kemudian pergi...
Sementara
itu, seruan Nabi Luth kepada kaumnya tidak menambah apa-apa kecuali
perlawanan dan kesombongan. Mereka tetap selalu berpaling dari ajakan
suci itu. Bahkan mereka terus-menerus melakukan perbuatan keji
tatkala Nabi Luth memperingatkan akan datangnya seksa Allah atas
mereka apabila mereka tidak mahu berhenti dari kesesatannya. Mereka
malah menentang Nabi Luth dengan berkata: "Datangkanlah kepada
kami azab dari Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar."
Maka, Nabi Luth pun memohon kepada Allah, agar Allah menolongnya dari
kaumnya.
Nabi
Luth berdoa: "Ya, Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan
azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu." (Al-Ankabut: 30)
Allah memperkenankan doa Nabi Luth as, dan mengutus Jibril as. untuk
membinasakan mereka. Jibril datang ke Negeri Sadom dengan menyerupai
dua orang lelaki yang tampan. "Dia (Luth) merasa susah dan
sempit dadanya karena kedatangan mereka. Dan ia berkata: "Ini
adalah hari yang amat sulit." (Hud: 77)
Nabi
Luth as. cemas memikirkan apa yang bakal diperbuat kaumnya jika
mereka mengetahui kedatangan tamu lelaki yang berwajah `cantik' di
rumahnya. Bagaimana ia dapat mempertahankan dan memelihara mereka
dari kemungkaran kaumnya? Ah, bukankah tidak ada yang mengetahui
kedatangan mereka, kecuali dia sendiri, dan kedua puterinya?
Sebaliknya kedatangan kedua tamu Nabi Luth itu merupakan kesempatan
bagi isterinya untuk menambah kepingan-kepingan perak yang biasa ia
perolehi dari si wanita tua. Sekarang, ia harus mengutus seseorang
kepada kaumnya untuk memberitahu mereka. Tetapi kedua puterinya
sedang sibuk menyiapkan hidangan bagi kedua tamu ayahnya, atas
perintah Nabi Luth. Karena keinginannya yang mendesak, isteri Luth
akhirnya memberi isyarat kepada salah seorang puterinya untuk
mendekat. Kemudian ia membiisikkan beberapa kalimat ke telinga anak
perempuannya itu. Sesaat kemudian, sang puteri segera keluar rumah
untuk memberitahu kaumnya, sebagaimana biasa.
Di
tengah-tengah kerumunan orang ramai anak Nabi Luth melihat seorang
perempuan tua melambaikan tangan sambil mengisyaratkan panggilan
kepadanya. Segera ia mendekati perempuan itu dan memberitahu tentang
dua lelaki tampan yang datang ke rumahnya.
Perempuan
tua itu kemudian menyuruh ia cepat pulang, sementara kelompok lelaki
menghampiri seraya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah ada
berita baru?" Wajah si perempuan tua menampakkan senyum tipuan
sambil berkata: "Kali ini tidak kurang dari empat potong emas
harus kuterima."
Dengan
bersemangat kaumnya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah ada
yang istimewa?"
Perempuan
itu berkata kepada mereka, sementara ia membuka matanya lebar-lebar
disertai syaitan. "Kalian akan memperoleh apa yang kalian
kehendaki, iaitu dua orang lelaki yang berwajah `tampan'. Dengan
wajah buas dan bernafsu, mereka bertanya dengan tidak sabar. "Di
mana mereka? Di mana lelaki berwajah `tampan' itu?
"Berikan
harta kepadaku terlebih dahulu, barulah kuberi tahu kalian!"
Katanya. Sebahagian dari mereka menyahut: "Wahai wanita tua,
engkau yang tamak, tidak pernah kenyang!" Dan sebahagian yang
lain berkata: "Inilah harta untukmu, tetapi cepat katakan, di
mana lelaki yang berwajah `tampan' itu?" Setelah tangannya
menggenggam emas, berkatalah perempuan tua itu kepada mereka. "Mereka
ada di rumah Luth..." Hampir-hampir kaumnya tidak mendengar
ucapan perempuan tua itu dengan jelas. Tetapi, sesaat kemudian,
mereka berlumba-lumba untuk segera datang ke rumah Nabi Luth.
Masing-masing ingin memperoleh kepuasan dari dua lelaki `tampan' yang
ada di rumah Luth. Sesampainya mereka di sana, didapati pintu rumah
Nabi Luth tertutup. Segeralah mereka mengetuk keras sambil berteriak.
"Bukakan, Luth bukalah pintu-pintumu! Kalau tidak, kami terpaksa
akan memecahkannya!" Isteri Nabi Luth mencuba menemui suaminya
yang ternyata telah meninggalkan kedua tamunya di dalam kamar,
sementara ia sendiri mendekati pintu rumahnya yang tertutup dan
memisahkan dia dengan sekumpulan kaumnya. Isteri Nabi Luth mengintai
dari balik tirai. Hatinya melonjak kegirangan. Sebentar lagi ia bakal
memperoleh sepotong perak dari si perempuan tua, sesuai dengan
kebiasaan yang telah berlangsung selama ini. Bahkan di samping itu,
tanpa diketahuinya, ia mungkin bakal memperoleh pula sepotong emas
sebagai bonus. Teriakan kaum Luth bertambah keras dan garang. Mereka
tak sabar dan ingin memecah pintu agar dapat masuk dan menemui
tamu-tamu Nabi Luth. Apakah yang akan dikatakan oleh Nabi Luth atas
tindakan kebengisan yang diperbuat oleh naluri haiwan kaumnya yang
rendah itu?
Nabi
Luth pun berdiri terpaku; hanya pintu yang memisahkannya dari kaum
durjana itu. Sesaat kemudian, Nabi Luth berkata kepada mereka demi
menenangkan keadaan: "Hai, kaumku, inilah puteri-puteriku,
mereka lebih suci bagimu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan
janganlah kamu mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah di
antaramu seorang yang dapat menbedakan baik dan buruk. Ya,
orang-orang yang berakal ketika itu telah dihinggapi fikiran-fikiran
hewan yang rendah, sehingga nafsu mereka sulit dibendung.
Luth
kemudian kembali menegaskan permohonannya kepada kaumnya itu,
sedangkan isterinya mengintip tidak jauh dari situ. Nabi Luth
menawarkan kepada mereka untuk mengawini puteri-puterinya, tetapi
dengan serentak mereka menjawab: "Sesungguhnya engkau telah tahu
bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan
sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami
kehendaki." Sampai di sini, dialog antara Nabi Luth dan kaumnya
terputus. Nabi Luth kemudian berfikir, apakah yang akan ia lakukan
jika kaumnya memecah pintu rumahnya dan masuk untuk melampiaskan
nafsu syaitannya kepada dua orang tamunya. Ia berdiri kebingungan,
sedangkan isterinya memandangnya dengan pandangan khianat. Tiba-tiba
tamu Nabi Luth berkata kepadanya: "Sesungguhnya kami adalah
utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu
engkau." Kalau begitu, tamu-tamu Nabi Luth adalah utusan-utusan
Allah yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Negeri Sadom
yang berbuat kerusakan itu. Mendengar semua itu, isteri Nabi Luth
merasa khuatir, karena ia akan gagal memperoleh harta yang selalu
diingininya itu. Kebatilan dan pelakunya memang tidak akan pernah
kekal, dan kini seksa sedang menghampiri mereka. Berkata
utusan-utusan Allah itu kepada Nabi Luth: "Bukakan pintu, dan
tinggalkan kami bersama mereka!"
Maka,
Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Isteri Nabi Luth merasa cemas
tatkala melihat serombongan kaumnya menyerbu masuk dengan penuh
kegilaan, dan segera menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika
itulah, Jibril menunjukkan kelebihannya. Ia mengembangkan kedua
sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu. akhirnya, mata mereka,
tanpa kecuali, buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka
semua menghendap-hendap dan bingung, kemana mereka harus berjalan.
Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat Jibril: "Apakah kaumku
akan dibinasakan saat ini juga?" Malaikat Jibril memberitahu
bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum Nabi Luth pada waktu Subuh
nanti. Mendengar itu, Nabi Luth segera berfikir, bukankah waktu Subuh
sudah dekat. Jibril memerintahkan Nabi Luth agar pergi dengan membawa
keluarganya pada akhir malam nanti. Semua keluarga Nabi Luth pada
malam itu pergi bersamanya ke luar kota, kecuali Wa'ilah. Isterinya
itu bukan lagi termasuk keluarganya yang beriman kepada risalah Allah
yang dibawanya. Sebaliknya, Isteri Nabi Luth justeru telah membantu
orang-orang yang berbuat kerosakan, dan ia harus menerima akibatnya.
Maka, turunlah azab atas dirinya, bersama semua kaum Nabi Luth yang
ingkar, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Kitab Suci
Al-Quran: "Maka, tatkala datang azab Kami, Kami balikkan (kota
itu), dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti) tanah liat
dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan seksaan itu
tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim." Maha Benar Allah
lagi Maha Agung.
0 komentar:
Posting Komentar