Manajemen
Qalbu K.H.
Abdullah Gymnastiar
Apa
itu MQ? Sebenarnya tidak ada perbedaan antara MQ dengan metode dakwah
Islam lainnya. di dalamnya pun tidak ada yang baru, semuanya
merupakan penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya lebih
diperdalam, dibeberkan dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan
kreativitas dakwah yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti
pembelajarannya sendiri ada pada qolbu.
Di
dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa
bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia
inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan
oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu
berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya,
tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa,
tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat
kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang
membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.
Kita
ambil contoh lain, sebuah mikrofon bisa menjadi alat provokasi
kejahatan, bisa juga jadi alat dakwah dan menyampaikan ilmu, sebuah
mikrofon bisa juga menjadi alat bantu berbicara sehingga menjadi
fasih, itulah fungsi mikrofon. Artinya, yang menentukan isi dari
bahasa yang keluar darinya adalah qolbu. Dalam hal ini Rasulullah SAW
menyebutkan bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging yang jika ia
baik maka baik pula yang lainnya, sebaliknya yang apabila ia jelek
maka jeleklah semuanya. Dan yang dimaksud daging itu ialah Qolbu.
Jadi,
yang terpenting dari manusia ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi
yang membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya
fisik menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya, menjadi
cerdas belum tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai untuk berbuat
kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di
jalan yang benar.
Di
dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa
fujuu rahaa wa taqwaaha
(QS. Asy Syams [91] : 8), "Dan
diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)".
Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah
telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya
fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan
pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan
pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya
Allah akan membuahkan hasil yang optimal.
Negara
Singapura, misalnya, tidak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang
melimpah, bahkan untuk mencukupi kebutuhan air minumnya saja,
Singapura harus mengimpornya dari Johor, Malaysia. disisi lain
ternyata mereka berhasil mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)-nya,
sehingga walaupun SDA-nya minim, tapi SDM-nya mampu diberdayakan
secara optimal. Hasilnya, kini Singapura menjadi jauh lebih makmur
daripada Indonesia yang alamnya sangat kaya raya. Mengapa? Ya, itu
tadi, karena bangsa kita lemah dalam manajemennya.
Dapat
dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak
punya potensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk.
Sungguh kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas, membaca dengan
kecepatan 400 kpm, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bisa
dilakukan. Kita bisa kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah
gerakan bela diri demikian sempurna, pukulannya demikian akurat, tapi
itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola dengan baik. Karena
semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak
dikelola dengan baik. Begitulah. Hati menentukan nilai; mulia atau
hina. Jangan aneh bila ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya.
Bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh
hatinya.
Oleh
karena itulah, orang yang pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba,
misalnya, dihina orang, dia akan kelola penghinaan ini menjadi
sesuatu yang mamfaat, "Ah, dia memang menghina, namun siapa tahu
penghinaan ini bagian dari karunia Allah untuk memberitahu kekurangan
saya, selain itu saya pun bisa melatih kesabaran, bedanya khan dia
baru bisa menghina, saya bisa mengatakan yang baik kepadanya."
Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung manajemen
qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia
kelola dengan seoptimal-optimalnya. "Sakit bagi saya adalah
proses evaluasi diri, proses pengguguran dosa", demikianlah ia
pahamkan dihatinya tentang makna sakit. Akibatnya, sakit menjadi
tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah yang mendalam, karena
dia berhasil mengelola hatinya.
Lelah,
tersinggung, terhina, kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih
begitu banyak lagi masalah yang akan membuat orang menjadi goyah,
tapi kalau terkelola hatinya, subhanallaah, ia akan tetap punya nilai
produktif. Anehnya, banyak orang yang sangat sibuk memikirikan
kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya, tapi sangat sedikit
memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih, seharusnya
kita banyak meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini.
Karena jika qolbu ini baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya
Allah.***
0 komentar:
Posting Komentar